Senin, 27 September 2010

Bahaya narkoba

NAPZA adalah singkatan dari Narkotika, Alkohol, Psikotropika, Dan Zat Adiktif lainnya. Kata lain yang sering dipakai adalah Narkoba (Narkotika, Psikotropika dan Bahan-bahan berbahaya lainnya)

NAPZA adalah zat-zat kimiawi yang dimasukkan ke dalam tubuh manusia, baik secara oral (melalui mulut), dihirup (melalui hidung) Ada banyak istilah yang dipakai untuk menunjukkan penyalahgunaan zatzat berbahaya. Dalam buku ini selanjutnya akan digunakan istilah NAPZA (Narkotika, Alkohol, Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya) dengan catatan tidak semua jenis NAPZA tersebut akan dibahas secara khusus dan terperinci, misalnya Alkohol dan Tembakau. maupun intravena (melalui jarum suntik) sehingga dapat mengubah pikiran, suasana hati atau perasaan, dan perilaku seseorang.

Penggunaan NAPZA berlanjut akan mengakibatkan ketergantungan secara fisik dan/atau psikologis serta kerusakan pada sistem syaraf dan organ-organ otonom. NAPZA terdiri atas bahan-bahan yang bersifat alamiah (natural) maupun yang sintetik (buatan). Bahan alamiah terdiri atas tumbuh-tumbuhan dan tanaman, sedangkan yang buatan berasal dari bahan-bahan kimiawi.
b. Narkotika

Pengertian umum

NARKOTIKA: zat-zat alamiah maupun buatan (sintetik) dari bahan candu/kokaina atau turunannya dan padanannya - digunakan secara medis atau disalahgunakan - yang mempunyai efek psikoaktif.

Pengertian menurut UU

Menurut Undang-undang RI No. 22/1997 tentang narkotika, Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan. Narkotika dibedakan dalam 3 golongan sebagai berikut :
• Narkotika golongan I : Narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan. Contoh : heroin, kokain dan ganja.
• Narkotika golongan II : Narkotika yang berkhasiat untuk pengobatan, digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan. Contoh : morfin, petidin, turunan/garam dalam golongan tersebut.
• Narkotika golongan III : Narkotika yang berkhasiat untuk pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan atau tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan Contoh : kodein, garam-garam narkotika dalam golongan tersebut.
c. Alkohol

ALKOHOL : zat aktif dalam berbagai minuman keras, mengandung etanol yang berfungsi menekan syaraf pusat
d. Psikotropika

Pengertian umum

PSIKOTROPIKA: adalah zat-zat dalam berbagai bentuk pil dan obat yang mempengaruhi kesadaran karena sasaran obat tersebut adalah pusat-pusat tertentu di sistem syaraf pusat (otak dan sumsum tulang belakang). Menurut UU no.5/1997 Psikotropik meliputi : Ecxtacy, shabu-shabu, LSD, obat penenang/tidur, obat anti depresi dan anti psikosis. Sementara PSIKOAKTIVA adalah istilah yang secara umum digunakan untuk menyebut semua zat yang mempunyai komposisi kimiawi berpengaruh pada otak sehingga menimbulkan perubahan perilaku, perasaan, pikiran, persepsi, kesadaran.

Pengertian menurut UU

Menurut Undang-undang RI No. 5/1997 tentang Psikotropika : psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. Psikotropika dibedakan dalam 4 golongan sebagai berikut :
• Psikotropika golongan I : Psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi amat kuat mengakibatkan sindrom ketergantungan Contoh : MDMA, ekstasi, LSD, ST
• Psikotropika golongan II : Psikotropika yang berkhasiat untuk pengobatan dan dapat digunakan dalam terapi dan atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi kuat mengakibatkan sindrom ketergantungan. Contoh : amfetamin, fensiklidin, sekobarbital, metakualon, metilfenidat (ritalin).
• Psikotropika golongan III : Psikotropika yang berkhasiat untuk pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi sedang mengakibatkan sindrom ketergantungan. Contoh : fenobarbital, flunitrazepam.
• Psikotropika golongan IV : Psikotropika yang berkhasiat untuk pengobatan dan sangat luas digunakan dalam terapi dan atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan sindrom ketergantungan. Contoh: diazepam, klobazam, bromazepam, klonazepam, khlordiazepoxide, nitrazepam (BK,DUM,MG)
e. Zat Adiktif

ZAT ADIKTIF lainnya yaitu zat-zat yang mengakibatkan ketergantungan seperti zat-zat solvent termasuk inhalansia (aseton, thinner cat, lem). Zat-zat tersebut sangat berbahaya karena bisa mematikan sel-sel otak. Zat adiktif juga termasuk nikotin (tembakau) dan kafein (kopi).

NAPZA
NAPZA merupakan kependekan dari NARKOTIKA, PSIKOTROPIKA DAN ZAT ADIKTIF. Yang tergolong narkotika adalah ganja, kokain, dan opioid/opiate (morfin dan heroin). Narkotika biasa digunakan untuk terapi menghilangkan rasa nyeri yang sulit diobati dengan obat nyeri biasa, seperti misalnya pada penderita luka bakar, penyakit jantung atau kanker.
Secara umum, efek obat-obat narkotik/opioid antara lain ;
1. Menurunkan rasa nyeri.
2. Ngantuk.
3. Menghilangkan konflik dan kecemasan.
4. Meningkatkan suasana hati: gembira, santai, menyenangkan (efek euforia).
5. Menghambat pusat respirasi dan batuk (efek depresi napas dan antitusif).
6. Pada awalnya menimbulkan mual-muntah (efek emetik), tapi pada akhirnya menghambat muntah (efek antiemetik).
7. Penyempitan pupil mata (efek miotik).
8. Menunjukkan perkembangan toleransi dan ketergantungan dengan pemberian dosis yang berkepanjangan
Efek Samping
Efek ini umumnya terjadi beberapa saat setelah digunakan, pada sistema pernafasan berupa depresi pernafasan, yang sering fatal dan menyebabkan kematian. Penyempitan saluran pernafasan, oleh karena itu akan memperparah penderita asma. Sedangkan pada sistema urinarius, morfin dapat menyebabkan kesulitan kencing.
Penyalahgunaan
Penyalahgunaan narkotika merupakan suatu pola penggunaan zat yang bersifat patologik paling sedikit satu bulan lamanya. Menurut ICD 10 (International Classification of Diseases), berbagai gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan zat dikelompokkan dalam berbagai keadaan klinis, seperti intoksikasi akut, sindroma ketergantungan, sindroma putus obat, dan gangguan mental serta perilaku lainnya.
Sindroma putus obat adalah sekumpulan gejala klinis yang terjadi sebagai akibat menghentikan zat atau mengurangi dosis obat yang persisten digunakan sebelumnya. Di kalangan pemakai biasa dinamakan “sakau”, dan untuk mengatasinya pecandu berusaha mendapatkan obat walaupun dengan cara merugikan orang lain seperti melakukan tindakan kriminal.
Mengenali Gejala kelebihan dosis :
Pupil mata sangat kecil (pinpoint), pernafasan satu- satu dan coma (tiga gejala klasik). Bila sangat hebat, dapat terjadi pelebaran pupil. Sering disertai juga nausea (mual). Kadang-kadang timbul edema paru (paru-paru basah).
Gejala–gejala Putus obat :
Nyeri otot dan tulang, nyeri kepala, sulit tidur (insomnia). Bila pemakaian dosis sangat banyak (Overdosis) dapat terjadi kejang dan koma, keluar airmata terus menerus (lakrimasi), keluar air dari hidung (rhinorhea), berkeringat banyak, pupil dilatasi, tekanan darah meninggi, nadi bertambah cepat, suhu tubuh naik tinggi, gelisah dan cemas, gemetar, kadang-kadang muncul gangguan mental.
Bentuk sediaan NAPZA:
1. Bubuk atau serbuk putih dan mudah larut dalam air.
2. Cairan putih disimpan dalam ampul atau botol, pemakaiannya dengan jalan menyuntik.
3. Batangan, bentuk balok-balok kecil dengan ukuran dan warna yang berbeda-beda.
4. Tablet kecil putih.
PERMEN YABA
Orang yang pertama kali membuat yaba adalah ahli kimia berkebangsaan Jerman, atas pesanan Adolf Hitler untuk membekali tentara Nazi di PD II. Alhasil, para prajurit yang mengonsumsi obat ini sanggup bertempur sepanjang hari tanpa istirahat atau capek.
Nama asli obat ini bukan yaba, tapi kode D-IX. Diciptakan November 1944 langsung diuji coba pada manusia, terutama para tahanan di kamp konsentrasi Saehsenhausen. Ada 18 tahanan yang diberi D-IX, kemudian dipaksa berbaris dan mengelilingi lapangan. Pundak mereka diberi beban seberat 20 kg. Selama berjam-jam mereka berbaris sambil bernyanyi dan bersiul mengelilingi lapangan tanpa istirahat. Kalau dihitung, jarak tempuhnya mencapai lebih dari 90 km!
Namun, setelah 24 jam pertama, para tahanan ini ambruk berjatuhan dan meninggal. Gilanya, dokter-dokter Nazi kala itu sangat terkesan dengan hasil percobaan D-IX dan malah antusias merencanakan program untuk menyuplai seluruh tentara Jerman dengan pil ini. Untungnya, perang keburu usai sebelum obat D-IX ini dibikin secara massal.
Kini, D-IX bangkit lagi. Namanya berubah menjadi yaba, Seperti laiknya pil-pil narkoba lain, orang yang meminumnya akan mengalami sensasi. Dia bisa menjadi terlalu gembira, agresif, seperti kesetanan, dan tidak merasa capek.
Kandungannya diperkirakan terdiri atas sekitar 25 - 35 mg methamphetamine, dicampur dengan kafein (45 - 65 mg). Komposisi tepatnya tidak diketahui pasti. Bukan tidak mungkin hasil oplosan garam, cairan pembersih rumah, sulingan obat batuk, dan lithium baterai kamera!
Yang menarik, wujud dan rasanya seperti permen, memiliki variasi rasa. Ada rasa anggur, jeruk, dan vanila. Warnanya pun beragam dan menarik: kemerahan, oranye, dan hijau!
SEKS BEBAS
Timbulnya Seks Bebas merupakan salah satu dampak negatif dari:
- Kurangnya pendidikan Seks pada anak-anak
- Penyebaran film-film porno yang makin merajalela, yang hingga kini sudah merambah dalam “genggaman tangan’ (Handphone).
Dampak negatif lainnya seperti pelecehan seksual, perilaku seks menyimpang, penyebaran HIV/AIDS.
Akibat perilaku Seks Bebas
- Hamil diluar nikah dan tingginya angka pengguguran kandungan.
- Penyakit Menular Seksual misalnya Siphilis, Gonorrhea, AIDS dan sebagainya.
HIV dan AIDS
HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah virus penyebab AIDS. HIV terdapat didalam cairan tubuh seseorang yang telah terinfeksi seperti didalam darah, air mani atau cairan vagina. Penderita HIV, Walaupun tampak sehat, mereka dapat menularkan HIV pada orang lain melalui hubungan seks yang tidak aman, transfusi darah atau pemakaian jarum suntik secara bergantian.
AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) adalah kumpulan berbagai gejala menurunnya kekebalan tubuh yang disebabkan oleh HIV. Orang yang mengidap AIDS amat mudah tertular oleh berbagai macam penyakit, karena sistem kekebalan didalam tubuhnya telah menurun.
Sampai sekarang belum ada obat yang dapat menyembuhkan AIDS.
HIV dapat ditularkan melalui:
1. Seks (anal, oral, vaginal) yang tidak terlindung dengan orang yang telah terinfeksi HIV.
2. Jarum suntik yang dipakai secara bergantian.
3. Tranfusi Darah yang mengandung HIV
4. Ibu hamil mengidap HIV kepada bayi yang dikandungnya.
HIV tidak ditularkan melalui jabatan tangan, sentuhan, ciuman, pelukan, menggunakan peralatan makan/minum, gigitan nyamuk, memakai jamban yang sama atau tinggal serumah.
Orang yang terinfeksi oleh HIV dalam waktu 5 sampai 10 tahun tidak menimbulkan gejala-gejala khusus. Setelah itu, AIDS mulai berkembang dan menunjukkan tanda-tanda atau gejala-gejala seperti berikut :
- Kehilangan berat badan secara drastis.
- Diare yang berkelanjutan.
- Pembengkakan pada leher dan/atau ketiak.
- Batuk terus menerus.
Komplikasi AIDS
Mudah terkena infeksi/ sakit, misalnya:
- TBC
- Jamur: Candidosis,
- Virus Citomegalo virus (CMV), Hepatitis, Herpes, HPV (Human papillomavirus),
- Parasit: Toxoplasma
- Kanker
Narkoba atau NAPZA adalah bahan / zat yang dapat mempengaruhi kondisi kejiwaan / psikologi seseorang ( pikiran, perasaan dan perilaku ) serta dapat menimbulkan ketergantungan fisik dan psikologi. Yang termasuk dalam NAPZA adalah : Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya.
NARKOTIKA :

Menurut UU RI No 22 / 1997, Narkotika adalah: zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semisintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.
Menurut UU RI No 5 / 1997, Psikotropika adalah : zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktifitas mental dan perilaku.

Psikotropika terdiri dari 4 golongan :
Golongan I : Psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh : Ekstasi.
Golongan II : Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan dapat digunakan dalan terapi dan / atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh : Amphetamine
Golongan III : Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan / atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi sedang mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh : Phenobarbital.
Golongan IV : Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan sangat luas digunakan dalam terapi dan / atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh : Diazepam, Nitrazepam ( BK, DUM ).
PEMBAHASAN
PENYALAHGUNAAN NAPZA :
Di dalam masyarakat NAPZA / NARKOBA yang sering disalahgunakan adalah :
1. Opiada, terdapat 3 golonagan besar :
1. Opioda alamiah ( Opiat ) : Morfin, Opium, Codein.
2. Opioda semisintetik : Heroin / putauw, Hidromorfin.
3. Opioda sintetik : Metadon.
Nama jalanan dari Putauw : ptw, black heroin, brown sugar.
Heroin yang murni berbentuk bubuk putih, sedangkan yang tidak murni berwarna putih keabuan.
Dihasilkan dari getah Opium poppy diolah menjadi morfin dengan proses tertentu dihasilkan putauw, yang kekuatannya 10 kali melebihi morfin.Sedangkan opioda sintetik mempunyai kekuatan 400 kali lebih kuat dari morfin. Morfin, Codein, Methadon adalah zat yang digunakan oleh dokter sebagai penghilang sakit yang sangat kuat, misalnya pada opreasi, penderita cancer.
Reaksi dari pemakaian ini sangat cepat yang kemudian menimbulkan perasaan ingin menyendiri untuk menikmati efek rasanya dan pada taraf kecanduan pemakai akan kehilangan percaya diri hingga tak mempunyai keinginan untuk bersosialisasi. Pemakai akan membentuk dunianya sendiri, mereka merasa bahwa lingkungannya menjadi musuh.
2. KOKAIN :
Kokain berupa kristal putih, rasanya sedikit pahit dan lebih mudah larut
Nama jalanan : koka, coke, happy dust, chalie, srepet, snow / salju.
Efek pemakain kokain : pemakai akan merasa segar, kehilangan nafsu makan, menambah percaya diri, dan dapat menghilangkan rasa sakit dan lelah
3. KANABIS :
Nama jalanan : cimeng, ganja, gelek, hasish, marijuana, grass, bhang.
Berasal dari tanaman kanabis sativa atau kanabis indica.
Cara penggunaan : dihisap dengan cara dipadatkan menyerupai rokok atau dengan menggunakan pipa rokok.
4. AMPHETAMINE :
Nama jalanan : seed, meth, crystal, whiz.
Bentuknya ada yang berbentuk bubuk warna putih dan keabuan dan juga tablet.
Cara penggunaan : dengan cara dihirup. Sedangkan yang berbentuk tablet diminum dengan air.
Ada 2 jenis Amphetamine :
a. MDMA ( methylene dioxy methamphetamine )
Nama jalanan : Inex, xtc.
Dikemas dalam bentuk tablet dan capsul.
b. Metamphetamine ice
Nama jalanan : SHABU, SS, ice.
5. LSD ( Lysergic Acid ).
Termasuk dalam golongan halusinogen.
Nama jalanan : acid, trips, tabs, kertas.
Cara penggunaan : meletakan LSD pada permukaan lidah, dan bereaksi setelah 30 - 60 menit kemudian, menghilang setelah 8 – 12 jam.
6. SEDATIF – HIPNOTIK ( BENZODIAZEPIN ) :
Termasuk golongan zat sedative ( obat penenang ) dan hipnotika ( obat tidur ).
Nama jalanan : Benzodiazepin : BK, Dum, Lexo, MG, Rohyp.
Cara pemakaian : dengan diminum, disuntikan, atau dimasukan lewat anus.
Digunakan di bidang medis untuk pengobatan pada pasien yang mengalami kecemasan, kejang, stress, serta sebagai obat tidur.
7. SOLVENT / INHALASI :
Adalah uap gas yang digunakan dengan cara dihirup. Contohnya : Aerosol, Lem, Isi korek api gas, Tiner, Cairan untuk dry cleaning, Uap bensin.
Biasanya digunakan dengan cara coba – coba oleh anak di bawah umur, pada golongan yang kurang mampu.
8. ALKOHOL :
Merupakan zat psikoaktif yang sering digunakan manusia
Diperoleh dari proses fermentasi madu, gula, sari buah dan umbi – umbian yang mengahasilkan kadar alkohol tidak lebih dari 15 %, setelah itu dilakukan proses penyulingan sehingga dihasilkan kadar alkohol yang lebih tinggi, bahkan 100 %.
Nama jalanan : booze, drink.
Efek yang ditimbulkan : euphoria, bahkan penurunan kesadaran
PENYEBAB PENYALAHGUNAAN NAPZA
Penyebabnya sangatlah kompleks akibat interaksi berbagai faktor :
1. Faktor individual :
Cenderung memberontak
Memiliki gangguan jiwa lain, misalnya : depresi, cemas.
Perilaku yang menyimpang dari aturan atau norma yang ada
2. Faktor Lingkungan :
Faktor lingkungan meliputi faktor keluarga dan lingkungan pergaulan baik sekitar rumah, sekolah, teman sebaya, maupun masyarakat.
Lingkungan Keluarga :
-Komunikasi orang tua dan anak kurang baik
-Hubungan kurang harmonis
Orang tua yang bercerai, kawin lagi
-Orang tua yang bercerai, kawin lagi
Lingkungan Sekolah :
-Sekolah yang kurang disiplin
-Sekolah terletak dSekolah yang kurang memberi kesempatan pada siswa -untuk mengembangkan diri secara kreatif dan positifekat tempat hiburan
GEJALA KLINIS PENYALAHGUNAAN NAPZA :
1. Perubahan Fisik :
- Pada saat menggunakan NAPZA : jalan sempoyongan, bicara pelo ( cadel ), apatis ( acuh tak acuh ), mengantuk, agresif.
2. Perubahan sikap dan perilaku :
- Prestasi di sekolah menurun, tidak mengerjakan tugas sekolah, sering membolos, pemalas, kurang bertanggung jawab.
- Pola tidur berubah, begadang, sulit dibangunkan pagi hari, mengantuk di kelas atau tempat kerja.
- Sering berpergian sampai larut malam, terkadang tidak pulang tanpa ijin
di kelebihan dosis ( Overdosis ) : nafas sesak, denyut jantung dan nadi lambat, kulit teraba dingin, bahkan meninggal.
PENGARUH PENYALAHGUNAAN NAPZA
NAPZA berpengaruh pada tubuh manusia dan lingkungannya :
1. Komplikasi Medik : biasanya digunakan dalam jumlah yang banyak dan cukup lama. Pengaruhnya pada :
a. Otak dan susunan saraf pusat :
- gangguan daya ingat
- gangguan perhatian / konsentrasi
- gangguan bertindak rasional
b. Pada saluran napas : dapat terjadi radang paru ( Bronchopnemonia ). pembengkakan paru ( Oedema Paru )
c. Jantung : peradangan otot jantung, penyempitan pembuluh darah jantung.
d. Hati : terjadi Hepatitis B dan C yang menular melalui jarum suntik, hubungan seksual.
e. Penyakit Menular Seksual ( PMS ) dan HIV / AIDS
f. Sistem Reproduksi : sering terjadi kemandulan.
g. Kulit : terdapat bekas suntikan bagi pengguna yang menggunakan jarum suntik, sehingga mereka sering menggunakan baju lengan panjang.
h. Komplikasi pada kehamilan



PENUTUP
UPAYA PENCEGAHAN PENYALAHGUNAAN NAPZA :
Upaya pencegahan meliputi 3 hal :
1. Pencegahan primer : mengenali remaja resiko tinggi penyalahgunaan NAPZA dan melakukan intervensi
2. Pencegahan Sekunder : mengobati dan intervensi agar tidak lagi menggunakan NAPZA.
3. Pencegahan Tersier : merehabilitasi penyalahgunaan NAPZA.
KESIMPULAN
Masalah penyalahguanaan NARKOBA / NAPZA khususnya pada remaja adalah ancaman yang sangat mencemaskan bagi keluarga khususnya dan suatu bangsa pada umumnya. Pengaruh NAPZA sangatlah buruk, baik dari segi kesehatan pribadinya, maupun dampak sosial yang ditimbulkannya.
Masalah pencegahan penyalahgunaan NAPZA bukanlah menjadi tugas dari sekelompok orang saja, melainkan menjadi tugas kita bersama. Upaya pencegahan penyalahgunaan NAPZA yang dilakukan sejak dini sangatlah baik, tentunya dengan pengetahuan yang cukup tentang penanggulangan tersebut.
Peran orang tua dalam keluarga dan juga peran pendidik di sekolah sangatlah besar bagi pencegahan penaggulangan terhadap NAPZA.

DETOKSIFIKASI OPIOID CEPAT DENGAN ANESTESIA
DOCA
D.O.C.A. adalah cara mutakhir detoksifikasi opioid yang efektif dan aman yang berkembang saat ini untuk penanggu-langan awal ketergantungan opioid. Cara ini akan mengeluarkan opioid dengan cepat dan sebanyak mungkin dari reseptornya di otak yang dipicu oleh obat lawannya (antagonis opioid) selama kurang lebih 4-6 jam. Karena pengaruh obat antagonis opioid lebih kuat daripada opioid itu sendiri di reseptornya maka secara kompetitif opioid dipaksa keluar dari tubuh. Dengan demikian dipastikan akan berdampak putus opioid yang jauh lebih hebat daripada yang biasanya dialami. Karena itu sangat manusiawi bila cara ini dilakukan dengan pembiusan sehingga pasien tidak merasakan gejala putus opioid yang dipicu oleh antagonisnya.
Sejauh apakah Peran Obat Antagonis Opioid
Karena berpengaruh lebih kuat di tingkat reseptor maka obat ini akan meng-hambat semua efek opioid termasuk kenikmatan atau euforia maupun analgesia. Dengan demikian pemakaian antagonis opioid secara teratur selama kurun waktu tertentu akan meniadakan gejala putus opioid sekaligus mengurangi serta meng-hilangkan ketagihan atau craving. Misalnya 50 milligram tablet naltrekson dapat menghambat efek 25 milligram heroin murni yang setara dengan 62.5 milligram morfin.
Berapa Lama Terapi dengan Obat Antagonis Opioid
Secara statistik lama pengobatan rumatan (maintenance therapy) dengan obat anta-gonis opioid bergantung pada lama pemakaian opioid. Misalnya seseorang telah me-makai heroin selama kurang lebih 3 tahun maka dianjurkan terapi rumatan naltrekson rutin tiap hari adalah 10 bulan. Namun rata-rata dibutuhkan waktu berkisar 1 tahun dalam rumatan naltrekson untuk menata sugesti atau manajemen craving bersama-sama dengan intervensi psiko-sosial-spiritual oleh ahlinya masing-masing. Sehingga pe-nanggulangan ketergantungan opioid meru-pakan satu kesatuan (holistik).
SIAPA SAJA YANG MEMERLUKAN D.O.C.A ?
D.O.C.A. hanya berguna untuk terapi ketergantungan opioid bukan untuk zat adiktif lainnya seperti shabu (metamfeta-min), ganja (kanabis), alkohol atau kokain. Namun demikian Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB.IDI) menganjurkan D.O.C.A. dilakukan pada kasus-kasus keter-gantungan opioid sebagai berikut :
Mereka dengan tingkat keparahan putus opioid 2 dan 3 pada skala Himmelsbach yaitu antara lain adanya gejala merasa sakit seluruh tubuh, panas dingin, geme-taran, mual, dsb.
Mereka takut dengan cara detoksifikasi lain atau menghendakinya.
BAGAIMANA BILA ADA PENYAKIT PENYERTA ?
Memang D.O.C.A. mempunyai syarat medis tertentu yang membatasi agar tidak terjadi komplikasi berat yaitu termasuk tidak sedang hamil, tidak menderita hepatitis akut, tidak mengalami gangguan jiwa berat (psikosis) atau tidak sakit parah lainnya yang berisiko dengan anestesia seperti infeksi jantung, infeksi paru-paru atau gagal ginjal.
APA SAJA PERSIAPAN D.O.C.A. ?
Modal utama persiapan D.O.C.A. adalah motivasi atau keinginan mau sembuh dari ketergantungan opioid. Motivasi yang bersangkutan harus didukung oleh keluarga terutama dalam menekuni terapi rumatan naltrekson yang cukup lama.
Selanjutnya dilakukan pemeriksaan fisis, laboratorium, foto toraks dan puasa di rumah minimal 12 jam. Setelah syarat-syarat medis dipenuhi masih diperlukan pernyataan per-setujuan bersangkutan atau walinya sebagai syarat medikolegal untuk tindak medis yang diperlukan sesuai standar profesi atau pro-sedur yang berlaku (informed consent).
TEMPAT DAN WAKTU YANG DIPERLUKAN UNTUK D.O.C.A.
D.O.C.A. dilakukan di Rumah Sakit yang memiliki Unit Perawatan Intensif (ICU) di bawah pengawasan dokter anestesiologi atau intensivis yang sudah berpengalaman. Dalam hal ini peran dokter spesialis anestesiologi tidak terbatas hanya melakukan pembiusan namun harus mengendalikan gejala putus opioid serta menangani gejala sisa D.O.C.A. yang mungkin terjadi dalam perawatan se-malam di ICU. Esok harinya pasien diperbo-lehkan pulang ke rumah sekaligus dimulai te-rapi rumatan dengan naltrekson
APA SAJA EFEK SAMPING ATAU GEJALA SISA D.O.C.A. ?
Gejala sisa D.O.C.A. dapat timbul dalam beberapa hari setelah prosedur. Secara pelan-pelan tapi pasti semua akan menjadi normal kembali sebagaimana yang diharap-kan asal tidak lupa menggunakan naltrekson tiap hari. Gejala sisa yang dialami dapat be-rupa nyeri otot, mual, letih, dsb yang dapat diobati dengan cara-cara konservatif
BEBERAPA HAL YANG PERLU DIKETAHUI
• Naltrekson tidak menimbulkan kecan-duan.
• Naltrekson menurunkan kepekaan atau toleransi tubuh terhadap opioid. Karena itu bila suatu sebab rumatan naltrekson dihentikan dan kembali mencoba opioid lagi dengan dosis seperti yang terakhir dipakai maka dapat terjadi reaksi luaptakar (overdosis).
• Pemakaian naltrekson jangka lama mungkin dapat mengganggu fungsi hati karena itu perlu pemeriksaan berkala sesuai dengan kondisi yang bersang-kutan.
• Bila suatu saat diperlukan tindakan pem-bedahan dengan pembiusan sedangkan pasien dalam rumatan naltrekson maka perlu disampaikan kepada dokter spe-sialis anestesiologi yang bersangkutan.
Cara mendeteksi :
1. dalam urine : dengan pemeriksaan rapid dengan stik amfetamine,
misal
o stick buatan dos ni Rocha,
o stik buatan Oncoprobe
o stik utk amfetamin dari lainnya
2. dalam darah : dengan KLT ( kromatografi Lapisan Tipis / KLT ).

Gejala klinik
Tergantung dari dosis, cara pemakaian, dan pola penggunaan, ketergantunan amfetamin memiliki bermacam efek pada kemampuan kerja dan berakibat keracunan. Dengan dosis oral yang relatif kecil, perilaku mungkin masih dalam batas yang normal dan ketergantungan dimanifestasi hanya dengan kelemahan tubuh dan gejala depresi. Dengan dosis yang lebih tinggi, selain usaha untuk memperoleh obat, selalu ditemukan juga hiperaktivitas, kurang istirahat, buxism, banyak bicara, iritabilitas dan dan sifat yang mudah tersinggung, penurunan waktu tidur, dan penurunan selera makan yang selalu disertai dengan penurunan berat badan. Umumnya terjadi peningkatan mood, pengguna amfetamin senang berteman dan mungkin memiliki rasa percaya diri yang tinggi. Dengan dosis yang sangat tinggi dan digunakan secara intravena dan inhalan perilaku dan pengambilan suatu keputusan terganggu, ketergantungan dapat terjadi dengan cepat, dan peningkatan status paranoid juga sangat tinggi. Mungkin juga terjadi perilaku yang berulang-ulang yang tidak memiliki alasan yang rasional, seperti mengambil suatu bagian dari sebuah benda atau menyusun kembali suatu benda. Beberapa tidak tampak perilaku yang agresif, tapi ini mungkin terjadi selama periode intoksikasi atau selama amfetamin menginduksi terjadinya psikosis.
Beberapa orang menggunakan amfetamin atau obat yang mirip amfetamin untuk menginduksi euforia, seperti pada pengguna yang senantiasa meningkatkan dosis pemakaiannya sampai pada dosis yang sangat tinggi, terutama apabila mereka menggunakannya secara intravena atau inhalasi. Cara ini sangat berbahaya, dan pada mereka biasanya terjadi kompulsif atau efek toksik. Walaupun penggunaan intravena pada awalnya mengkin secara berulang perhari atau perminggu, seperti pada penggunaan dosis tinggi sering meningkatkan kesenangan selama penggunaan beberapa gram amfetamin secara injeksi atau inhalasi. Pengguna metamfetamin lebih suka untuk menggunakan dosis standar harian dan cenderung untuk mengubah cara pemakaiannya karena obat ini dapat mengiritasi mukosa hidung dan paru.
Pengguna amfetamin dosis tinggi sering mengkombinasikannya dengan sedatif, benzodiasepin, atau opioid untuk memodulasi efek stimulan. Penggunaan alkohol dan ketergantungan alkohol biasa ditemukan bersama dengan penyalahgunaan amfetamin dosis tinggi dan ketergantungan. Metamfetamin seringkali digunakan untuk menghilangkan efek sedasi dari alkohol dan memperpanjang waktu dalam melakukan hubungan seks. Beberapa peneliti percaya bahwa metamfetamin meningkatkan perilaku suka berganti-ganti pasangan sseks dan transmisi dari HIV.
Sindrom intoksikasi amfetamin sama dengan sindrom intoksiskasi kokain. Intoksikasi amfetamin dapat terjadi sebagai akibat dari dosis tunggal yang diberikan pada individu yang tidak dapat mentoleransinya, tetapi kebanyakan gejala intoksikasi ini ditemukan pada orang penyalahguna atau yang ketergantungan. Beberapa manifestasinya yaitu efek dari obat yang berlebihan, termasuk euforia, kurang istirahat, peningkatan kewaspadaan, banyak bicara, dan perilaku yang sering meniru secara berulang-ulang. Intoksikasi juga mugkin disertai dengan halusinasi visual dan raba atau ilusi. Umunya pasien dapat mengenali gejala-gejala yang diinduksi obat ini. Apabila tidak, diagnosis psikosis akibat penggunaan amfetamin harus ditpertimbangkan. Gejala intoksikasi amfetamin biasanya mulai menghilang dalam waktu 24-48 jam setelah obat diekskresi.
Walaupun delirium intoksikasi dan kelainan psikosis akibat amfetamin atau obat yang mirip amfetamin biasanya hanya ditemukan pada penggunaan dalam dossis yang tinggi untuk jangka waktu yang lama, beberapa gejala dilaporkan ditemukan pada orang yang peka setelah pemberian dosis terapi untuk waktu yang singkat. Haloperidol dan fenotiazine telah digunakan dalam terapi gejala psikosis. Walaupun gejala dilusi oleh kokain bersifat hanya singkat, tetapi obat yang mirip amfetamin mungkin tidak menunnjukan perbaikan dalam beberapa hari setelah obat dihentikan. Pada proses penyembuhan psikosis atau sindrom delirium mungkin ditemukan amnesia selama proses berlangsung atau hanya sebagian proses. Psikosis yang diinduksi oleh amfetamin ini dapat bertahan sampai beberapa tahun dan pada stadium yang akut mungkin terlihat pasien bingung, disorientasi, kelainan mood, dan gejala dilusi. Pasien yang dalam masa penyembuhan karena psikosis yang diinduksi oleh amfetamin kelihatannya lebih mudah tersensitisasi dan dapat terjadi akut psikosis paranoid jika terekspose ulang dengan dosis kecil amfetamin, dan beberapa dapat terjadi eksaserbasi pada respon terhadap stres.
Kelaian mood yang disebabkan karena amfetamin dapat terjadi selama intoksikasi atau karena putus obat. Pada umumnya intoksikasi diasosiasikan dengan manik atau mood yang tidak stabil, sedangkan gejala putus obat diasosiasikan dengan penampilan mood depresi. Gejala manik dan hipomanik ini sering terlihat selama penggunaan amfetamin yang jarang menetap di luar periode pemakaian obat, tapi hipoforia, depresi, dan gejala anhedonik tidak biasanya menetap diluar periode putus obat. Pasien mungkin mencari pengobatan untuk gejala yang menetap. Walaupun amfetamin sering digunakan untuk meningkatkan kemampuan seksual, dosis yang tinggi dan penggunaan dalam jangka waktu yang lama dihubungkan dengan impotensi dan disfungsi seksual lainnya. Penggunaan amfetamin dapat menimbulkan insomnia dan gangguan tidur. Seseorang yang dalam keadaan putus obat karena amfetamin dapat mengalami hipersomnolen dan mimpi buruk.
Survei toksisitas dan komplikasi pada pengguna amfetamin di Australia melaporkan bermacam-macam gejala fisik dan masalah psikologik yang ditimbilkan karena penggunaan amfetamin antara lain kelelehan (89%), kehilangan nafsu makan (85%), dehidrasi (73%), juga dilaporkan adanya sakit kepala, nyeri otot, nafas yang pendek, dan tremor. Gejala psikologiyang paling sering adalah perubahan mood (80%), gangguan tidur (78%), kecemasan, kesulitan untuk berkonsentrasi, depresi dan paranoid (masing-masing 70%), halusinasi, aggresivitas dan tindakan kekerasan (masing-masning 45%).
Obat yang mirip amfetamin dapat menyebabkan bahaya bagi sistem kardiovaskular (seperti perdarahan intrakranial, aritmia dan gagal jantung akut) karena kemampuan mereka untuk merangsang pelepasan norepinefrin, dopamin, dan serotonin, dan meningkatkan tekanan darah. Kemungkinan efek seperti kardiovaskular berhubungan dengan dosis dan kecepatan absorpsi dari obat. Penggunaan metamfetamin secara inhalan atau injeksi intravena menimbulkan gejala kardiovaskular yang lebih berat. Hipertermia dan pembentukan radikal bebas yang diinduksi oleh amfetamin dipercaya terlibat dalam menyebabkan terjadinya rabdomiolisis dan obstruksi tubulus ginjal. Amfetamin juga dihubungkan dengan peningkatan resiko terjadinya penyakit menular seksual karena efeknya yang meningkatkan kemampuan seksual seseorang.
Pengobatan
Pengobatannya tidak ada yang spesifik, kebanyakan pemakai yang hanya menggunakannya secara kebetuluan tidak memerlukan pengobatan atau mencari pengobatan. Pada ketergantungan pada tingkat sedang yang sementara mendapat terapi untuk gejala yang timbul, tidak ada pengobatan yang spesifik untuk ketergantungannya pada amfetamin. Sebuah program yang disajikan dengan struktur yang baik dan memanualisasikan terapi perilaku dan kognitif menggunakan kombinasi konseling kelompok dan pribadi yang pada awalnya dikembangkan untuk menangani pemakai kokain, ternyata menghasilkan efek yang sama baiknya untuk penanganan ketergantungan metamfetamin.
Berbagai macam agen farmakologi telah diteliti untuk mengobati ketergantungan amfetamin. Hampir dari semua obat-obatan ini telah dicoba pada terapi ketergantungan kokain tetapi memberikan hasil yang mengecewakan. Sebagai contoh, walaupun imipramin (Tofranil) (150 mg perhari) meningkatkan retensi pengobatan, ini tidak memiliki efek yang jauh berbeda pada penggunaan metamfetamin. Walaupun fluoksetin (Prozac) (20 mg perhari) telah dilaporkan dapat bermanfaat dalam penanganan ketergantungan amfetamin, keberhasilannya pada pasien dengan ketergantungan kokain masih jarang dilaporkan.
Di Eropa dan Australia etika dan kemanjuran dari pemberian amfetamin oral untuk penanganan pengguna amfetamin masih merupakan suatu perdebatan. Cara ini telah dilakukan di Inggris, walaupun masih bervariasi dari satu daerah dengan daerah yang lain.
Bahaya lain yang dapat terjadi pada penggunaan amfetamin dan obat yang mirip amfetamin yaitu overdosis. Gejalanya antara lain: kulit pucat atau membiru, hilang kesadaran, melemahnya denyut jantung, dan kesulitan bernafas. Apabila kita menemukan gejala seperti ini carilah pertolongan secepatnya. Langkah-langkah yamg dapat diambil sebelum sebelum adanya bantuan: bebaskan jalan nafas penderita (pada hidung dan mulut), baringkan pada sisi tubuhnya karena jika terlentang jalan nafas penderita dapat tersumbat, periksa pernafasannya, dan periksa detak jantungnya. Pada saat bantuan datang, ceritakan kepada petugas medis tentang kecanduan yang diderita pasien.

NAPZA DITINJAU DARI SEGI KESEHATAN
dr. Widya Fatmawati
RS GRHASIA Pemprop DIY



NAPZA
Pengertian
NAPZA (Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif lain) adalah bahan/ zat/ obat yang bila masuk kedalam tubuh manusia akan mempengaruhi tubuh terutama otak/ susunan saraf pusat, sehingga menyebabkan gangguan kesehatan fisik,psikis, dan fungsi sosialnya krn trjd kebiasaan, ketagihan, dan ketergantungan.

Jenis NAPZA yang disalahgunakan
1. Narkotika
adalah zat atau obat yang dpt menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.
morfin, heroin, petidin, ganja/ kanabis dll

2. Psikotropika
adalah zat atau obat yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku.
ekstasi, shabu, amfetamin dll

3. Zat adiktif lainnya
adalah bahan/ zat yg berpengaruh psikoaktif diluar yang disebut narkotika dan psikotropika, meliputi:
- minuman beralkohol (whiskey, vodca, manson house, TKW dll)
- Inhalansia (gas yg dihirup)
lem, thinner, nail remover, bensin

PENGGUNAAN NAPZA
Diperlukan untuk dunia pengobatan/Medik
Penggunaan diatur oleh UU RI tentang Narkotika dan Psikotropika
Morfin sebagai anti nyeri yang kuat penggunaannya hanya untuk kepentingan medik dan diatur dengan Pedoman Penggunaan Morfin yang dikeluarkan Depkes
Penyalahgunaan dan Ketergantungan
Penyalahgunaan NAPZA
Penggunaan salah satu atau beberapa jenis NAPZA scr berkala atau teratur di luar indikasi medis, shg menimbulkan gangguan kesehatan fisik, psikis, dan gangguan fungsi sosial.
Ketergantungan NAPZA
Keadaan dimana tlh terjadi ketergantungan fisik dan psikis, shg tubuh memerlukan jumlah NAPZA yg makin bertambah(toleransi)

POLA PENGGUNAAN NAPZA
Pengaruh dan Akibat Penyalahgunaan NAPZA
Bergantung pd beberapa faktor, yaitu:
Jenis yg digunakan
Jumlah atau dosis yg dipakai
Frekuensi pemakaian
Cara pemakaian
Beberapa NAPZA yg digunakan bersamaan
Kondisi fisik pemakai
A. Pengaruh terhadap Susunan Saraf Pusat
Gangguan daya ingat
Gangguan perhatian
Gangguan persepsi
Gangguan motivasi
Gangguan kendali diri
Gejala yang muncul
Intoksikasi
- ganja: perasaan melambung, inkoherensi dan asosiasi longgar, bicara cepat, percaya diri meningkat, disorientasi, halusinasi, mual, diare, parestesi, pusing
- obat tidur dan alkohol: lepas kontrol, agresif, mudah tersinggung, dll
- stimulansia (amfetamin, ekstasi, shabu): denyut nadi meningkat, TD meningkat, mual, muntah, mulut kering, tidak bisa diam, gemetar
- opioid (heroin/ putauw, morfin): cadel, apatis, mengantuk, daya ingat terganggu, gerak lamban

Kelebihan dosis (over dosis):
- heroin/ putauw: penekanan sistem pernafasan, shg dpt berakibat kematian
- amfetamin (ekstasi, shabu): kematian akibat pecahnya pembuluh darah otak

Sindrom ketergantungan
- Ketergantungan Fisik, ditunjukkan dengan adanya toleransi dan atau gejala putus zat
- Ketergantungan Psikologis, adalah keadaan dimana adanya keinginan/ dorongan yang tak tertahankan (kompulsif) untuk menggunakan NAPZA.

B. Komplikasi Medik-psikiatri (Ko-morbiditas)
Gangguan tidur, gangguan fungsi seksual, cemas, depresi berat, pada penyalahguna heroin/ putaw
Paranoid, psikosis, depresi berat kadang-kadang percobaan bunuh diri, mania, agitasi, cemas sampai panik, keadaan ini dijumpai pada penyalahguna stimulansia
Gangguan psikotik, gangguan cemas, kehilangan motivasi, acuh tak acuh dan gangg daya ingat. Sering ditemukan pada penyalahguna ganja
Depresi, cemas sampai panik dan paranoid sering ditemukan pd penyalahgunaan alkohol dan sedatif hipnotika

c. Komplikasi Medik

Akibat pemakaian yang lama:

Opiat (heroin, putaw)
-Paru: bronkhopneumonia, edema paru
-Jantung: endokarditis
-Hepar: hepatitis C
-Penyakit menular seksual & HIV/AIDS
Kanabis (ganja, cimeng)
-Daya tahan tubuh turun  mudah infeksi
-Kerusakan mukosa mulut  hitam & kotor
-Radang saluran nafas kronis

c. Kokain
-Aritmia jantung
-Ulkus lambung
-Perforasi septum nasi
-Kerusakan paru
-Malnutrisi & anemia
d. Alkohol
-Sal.Cerna: tukak lambung, perdarahan usus, kanker
-Hepar: sirosis hepatis & kanker hati

Stimulansia (amfetamin, ekstasi, shabu)
-Perdarahan intrakranial
-Denyut jantung tidak teratur
-Malnutrisi & anemia
-Gangguan jiwa (depresi berat, psikosis, paranoid)
Inhalansia
-Toksis pada hepar, otak, paru, jantung & ginal
-Cepat lelah
-Kulit membiru

2. Akibat pola hidup yang berubah:
Berkurangnya selera makan
Kurangnya perhatian terhadap mutu makanan & kebersihan diri  kurang gizi, kurus, pucat, penyakit kulit & gigi berlubang

3. Akibat alat suntik & bahan pencampur yang tidak steril:
Hepatitis
Endokarditis
HIV/AIDS
Infeksi kulit/abses pada bekas suntikan

Penanganan

Tujuan terapi:
Penghentian total
Pengurangan frekuensi & keparahan kekambuhan
Perbaikan fungsi psikologis & adaptasi sosial

Macam terapi:
Detoksifikasi
-Tujuan: mengatasi sindrom putus zat  tubuh bersih dari metabolit
metode:
1. Cold Turkey
2. Konvensional/simptomatik
3. Substitusi/pengganti
4. Rapid detox

Terapi rumatan
-Tujuan:
 mencegah/mengurangi terjadinya craving terhadap opioid
 mencegah relaps
 restrukturisasi kepribadian
 memperbaiki fungsi psikologi organ
-Cara:
 terapi psikofarmaka (naltrexon, metadon, buprenorfin)
 terapi perilaku

Terapi Rehabilitasi
-Tujuan:
 mempunyai motivasi kuat tidak pakai lagi
 mampu menolak tawaran
 menghilangkan rendah diri & kembali PD
 mampu mengelola waktu
 memperbaiki perilaku sehari-hari
 konsentrasi belajar/bekerja
 dapat diterima lingkungan
 dapat membawa diri
Terapi Pasca Rawat
-Tujuan: memperkecil kekambuhan


Model Pelayanan NAPZA
di RS Grhasia

Sebelum Tahun 2005
Jadi satu dengan pasien gangguan jiwa lain
OS tidak nyaman  sehingga mudah DO

Sesudah Tahun 2005
Gedung tersendiri, 40 tempat tidur
Program Rawat jalan dan ranap, dll
Aman & nyaman
Lingkungan terpisah dengan unit jiwa
Privacy terjaga

Fasilitas
Rawat Jalan
UGD NAPZA
Poliklinik NAPZA
Layanan VCT
Layanan Metadon (dalam proses)

Elektromedik lantai II (LAB KLINIK)
Pemeriksaan laboratorium darah dan urin
lengkap ( Hepatitis B Dan C,HIV/AIDS,LFT
(test fungsi hati, NAPZA, dll)
Bantuan alat Laborat dari BNN (Tahun 2004
dan 2005): Gas Chromatograf dan ELIZA

Fasilitas……(lanjutan)
Rawat Inap
44 tempat tidur  VIP, KL I, KL II
Ruang makan bersama
Ruang olah raga
Perpustakaan
Mushola
Ruang Hipnoterapi

SDM untuk ruang NAPZA terlatih
2 psikiater
3 dokter umum
2 psikolog
9 paramedis
2 konselor junkies
5 konselor VCT
4 untuk CST
5 untuk TRM
SDM
5 konselor VCT
2 psikiater, 1 psikolog, 1 dokter umum, 1 paramedis
4 tenaga CST
1 internist, 1 dokter umum, 2 paramedis
5 tenaga TRM
1 psikiater, 1 dokter umum, 2 paramedis, 1 AA
Layanan
Rawat jalan/rawat inap
Detoksifikasi
Psikoterapi
Hypnoterapi
Terapi rumatan
VCT
CST

NARKOBA TEST merk "MONO"
AMPHETAMINE,METHAMPHETAMINE,COCAIN,THC,MORPHINE,BENZODIAZEPHINE,BARBITURATE CARD dan STRIP



Sampel Test dan Penyimpanannya
Urin merupakan sampel yang representatif untuk pendeteksi-
an narkoba dan metabolitnya, cara ini tidak menyakiti, urin me miliki kadar narkoba dan metabolitnya tinggi sebaliknya hanya
dalam waktu singkat dalam darah. Urin harus jernih (sentrifus jika
keruh), tanpa pengawet. Penyimpanan dalam cawan, tabung
plastik/gelas yang kering dan bersih. Pada 2-80C stabil 48 jam, 20
0
C stabil >48 jam.



Cara Kerja & Interpretasi Hasil
3.1. Deteksi Tunggal Narkoba dan Metabolitnya (Gambar 3).
- Biarkan sampel dan reagennya mencapai temperatur ruang.
Jangan membuka kemasan reagen dan sampel sebelum siap
dikerjakan, tidak menggunakan reagen yang telah melebihi
tanggal kadaluarsa.
- Teteskan 5 tetes (200ul) urin pada zone sampel (sample well).
Pada cara stick, celupkan stick kedalam urin sampel dan tidak
melebihi tanda batas bantalan (pad) spreading layer.
- Biarkan dalam temperatur kamar, hasil dibaca pada 3-5 menit
pertama, kemudian 3-5 menit kedua:
- Hasil dikatakan positif, jika muncul hanya 1 garis pink di
zone C.
- Hasil dikatakan negatif, jika muncul 2 garis pink, satu di
zone C dan lainnya di zone T.
- Hasil dikatakan invalid (rusak), jika tidak muncul garis pink
di "C" dengan atau tanpa di "T".
Untuk ini test diulang dengan card yang baru, dengan card
pabrik lain atau konsul ke dokter spesialis patologi klinik.
-
Hasil ragu-ragu (warna lamat-lamat atau tidak cocok dengan
klinis), dikonfirmasi dengan test konfirmasi seperti telah dibahas
di atas.
A. CARD
Test Area Sample well
POSITIF
NEGATIF
B. STICK.
STICK
SUPPORT LAYER ZONE
DIPEGANG
DETECTOR/REGIS ZONE BACA
TRATION LAYER HASIL C
/
T
SEMIPERMEABLE ZONE PENA
MEMBRANE
PIS REAKSI
REAGENT LAYER ZONE REAGEN
SPREADING LAYER ZONE KONTAK
URIN
KONTAK
Gambar 3: Deteksi narkoba tunggal dan metabolitnya dengan cara card


MANAJEMEN LABORATORIS
Manajemen laboratoris meliputi skrining dan diagnosis ada-
nya narkoba serta komplikasinya.
A) SKRINING, KONFIRMASI NARKOBA & META-
BOLITNYA
Metode atau teknologi laboratorium yang digunakan untuk
skrining harus memiliki sensitivitas dan spesifisitas tinggi.
EIA (enzyme immunoassay) dan imunokromatografi merupa-
kan dua metode yang memenuhi kriteria ini. Pertimbangan
tekniknya yang sederhana, membuat kedua metode ini menjadi
umum digunakan untuk skrining narkoba. Hasil skrining yang
“ragu” atau positif yang bertalian dengan hukum selanjutnya
dikonfirmasi dengan metode GC/MS; metode ini merupakan
paduan optimal antara alat ukur mass spectrometry yang memiliki
sensitivitas sangat tinggi (mengukur intensitas ion obat) dengan
gas chromatography yang memiliki spesifisitas tinggi [men-
diferensiasi obat menurut intensitas ion (m/z), hambatan waktu
(HW) dan bentuk kromatografi (K)], dan terbukti bahwa cara ini
mampu membedakan jutaan obat tanpa satupun diketahui me-
miliki m/z, HW dan K yang sama). Paduan optimal ini selain
mampu mendeteksi narkoba secara spesifik juga mampu men-
deteksi dosis abuse/toksik paling minim
NARKOBA/Metabolitnya
Kadar awal/Skrining
(ng/ml)
Kadar Konfirmasi
(ng/ml)
Metabolit Marijuana
50
15
Metabolit Kokain
300
150
Metabolit Opiat:
300
-
Morfin
-
300
Kodein
-
300
Metabolit Amfetamin:
1000
-
Amfetamin
-
500
Metamfetamin
-
500
Phencyclidine 25
25